Cuaca ibukota Tokyo di bulan Juni sangat bersahabat. Kehangatannya
mengingatkan saya pada kota Bandung. Dengan suhu terendah di kisaran 18
derajat Celcius, tidak membuat pendatang yang berasal dari negara tropis
seperti saya merasa tersiksa dengan persembahan alam yang ada. Bahkan
bisa dibilang, inilah saat paling romantis untuk honeymoon di negeri
Matahari Terbit. Hehehe..! Tapi tentu saja bukan untuk tujuan itu, jika
selama beberapa hari ini saya berada di kota megapolitan terbesar di
dunia. Saya hanya seorang pekerja, dan atas sebab pekerjaan pulalah saya
harus berada di sana.
Kantor pusat memanggil saya secara mendadak, ada banyak program kerja
yang tiba-tiba diserahkan kepada saya untuk bisa segera dieksekusi
sebelum habis tahun ini. Namun ditengah ketegangan pikiran, saya masih
sempat jalan-jalan ke KBRI, menemui teman-teman lama, sekaligus
silaturahim dengan Pak Dubes Yusron Ihza Mahendra. Sungguh luar biasa,
ternyata KBRI adalah salah satu Kedutaan paling sibuk di Jepang,
sekaligus juga sebagai kedutaan yang paling banyak dikunjungi oleh para
politisi senior Jepang.
Penasaran dengan hal ini, pada hari Minggu pagi yang lalu, saya
memenuhi undangan Pak Yusron untuk minum teh bareng di rumah dinasnya.
Jujur, saya adalah penikmat kopi. Ketika ditawari minum teh, saya merasa
kurang antusias. Tapi pada pagi itu, saya coba untuk menghanyutkan diri
pada suasana teh yang ditawarkan. Pak Yusron adalah orang yang sudah
lama tinggal di Jepang, dan sangat fasih berbahasa Jepang. Soal teh,
jangan tanya, ternyata dia jagonya. Pagi itu saya di suguhi secawan teh
hijau. Kedengarannya sangat simple, namun tidak demikian dengan lidah
saya. Teh yang saya nikmati bukan sekedar teh hijau yang biasa kita
temui di Indonesia. Teh ini ketika dilarutkan dengan air panas, warnanya
betul-betul berwarna hijau, bukan kecokelatan. Ketika diteguk, akan
tercium aroma teh yang semerbak, kemudian tercium harum melati, dan di
ujung sensasinya, tiba-tiba saya merasakan aroma kacang tanah goreng,
kacang mente dan snow peas. Hahaha..! Kami semua seperti sedang ngemil
kacang sambil minum teh. Pak Yusron yang sedari tadi melihat tingkah
kami, hanya mesam-mesem.
Isu terbesar tentang Indonesia di Jepang saat ini adalah tentang
rencana pembebasan visa wisata selama satu tahun bagi seluruh warga
negara Republik Indonesia yang datang berkunjung ke Jepang. Ini adalah
hadiah istimewa dari Jepang untuk Indonesia. Menanggapi hal ini, Pak
Dubes Yusron, mengingatkan kita untuk senantiasa jeli menangkap setiap
peluang yang ada, karena Jepang sendiri tentu bukan tanpa perhitungan
menerapkan program spesial seperti ini. Bisa-bisa, inilah cara halus
Jepang untuk menguasai ekonomi Indonesia. Walaupun hingga saat ini,
secara formal, pemerintah Jepang menyodorkannya sebagai sebuah hadiah
dan tanda terima kasih yang besar atas keteladanan yang baru saja
dipertontonkan pada dunia, tentang masih adanya solusi damai dalam
penyelesaian masalah-masalah perbatasan antar dua negara, khususnya yang
menyangkut wilayah Zona Ekonomi Ekslusive(ZEE).
Perdana Menteri Shinzo Abe, tak habis-habisnya memuji Indonesia dan
Philipines di berbagai forum internasional yang dihadirinya. Abe
menyebut, dunia masih terselamatkan, selama di Selatan masih ada
Indonesia. Pujian ini, seakan menjadi tamparan keras bagi negara-negara
yang selama ini terlibat dalam konflik perbatasan, khususnya LCS.
Hehehe..!.
Dari China, saya memperoleh kabar bahwa staf ahli kemenlu China telah
diterbangkan ke Jakarta, untuk menjajaki kemungkinan kerjasama
pertukaran metoda diplomasi. Selanjutnya, tidak lama berselang, pejabat
kemenlu dan kemenhan China, datang mengunjungi Vietnam. Suasana tenang,
akrab dan damai begitu terasa menyelimuti pertemuan tersebut. Insiden
penabrakan kapal di LCS, akhirnya hanya menjadi sebuah cerita ringan.
Pun dari Singapore, dikabarkan bahwa sang Raja Agong Malaysia,
melakukan pertemuan tertutup dengan beberapa pejabat Indonesia untuk
membahas ketegangan di Tanjung Datuk. Tidak saya peroleh detail hasil
pertemuan tersebut, namun saya mendapatkan informasi bahwa Malaysia
telah mensterilkan daerah Tanjung Datuk dari setiap aktivitas militer
Malaysia. Dan baginda memuji sikap Indonesia yang secara nyata dan
konsisten menjaga kualitas hubungan dua negara bertetangga ini, tetap
baik dan penuh harmoni. Untuk itu, Baginda pun berjanji untuk mendorong
pemerintahannya agar dapat menyelesaikan setiap persengketaan yang ada,
melalui proses diplomasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur
persaudaraan serumpun. Hehehe..!
Nun jauh di tengah hamparan hutan, perbukitan, pantai dan laut, deru
mesin-mesin perang TNI terdengar saling bersahutan. Para kesatria kita
sedang sibuk mengasah doktrin tempur barunya. Doktrin inilah yang telah
membetot perhatian dunia terhadap kiprah militer Indonesia saat ini.
Tidak sedikit negara yang secara sengaja mengirim utusannya ke Indonesia
untuk melihat langsung jalannya Latihan Gabungan TNI, bagi pihak yang
kurang beruntung, mereka telah mengirimkan utusannya ke negara-negara
yang terdekat dengan Indonesia. Bahkan Jepang sendiri, selain mengutus
staf ahlinya ke Indonesia, para perwiranya pun di sebar ke berbagai
negara di Asean. Pada saat bersamaan, mereka telah merekam reaksi
masing-masing negara terhadap hajatan besar TNI ini. Hasil nyata yang
bisa kita ketahui adalah, melunaknya Tony Abbot, bungkamnya Singapore,
lunglainya Malaysia, tenangnya Philipines, bangganya Brunei dan Vietnam,
serta hormatnya China, Inggris, USA, Russia, French, dan Jepang.
Dalam pertemuan Shangrila di Singapore yang baru lalu, dunia sepakat
untuk menjadikan Indonesia-Philipines sebagai model bagi penyelesaian
setiap konflik perbatasan. Hehehe..! Jangan salah, ini adalah bentuk
nyata dari pengamalan konstitusi kita. Di Jepang, UUD 1945, sedang
menjadi sebuah tema hangat di lingkungan Parlemennya. Mereka sedang
membaca cara berpikir, arah berpikir dan tujuan pemikiran bangsa
Indonesia. Tidak ada salahnya, jika kita juga melakukan hal yang sama.
Di hari terakhir penugasan saya di Tokyo, saya sempat bertemu dengan
tamu reguler yang selalu menjadi titipan kantor pusat. Admiral
Katsutoshi Kawano dari Japanese Maritime Self Defence Force (JMSDF). Dia
bercerita, ada yang luput dari perhatian warga Asia terhadap kehadiran
Inggris. Sejak tahun 1970, 1988, dan 1997, sesungguhnya Inggris telah
mulai mengurangi aktivitas militernya dari Asia. Bahkan secara tidak
langsung, Inggris sepertinya sudah tidak menjadi anggota aktif dari
organisasi FPDA bentukannya. Ketiadaan Inggris pasca penyerahan Hongkong
kepada China pada 1997, menjadi tonggak dimulainya gerilya para
politisi Jepang untuk mengubah konstitusi dan meminta kelonggaran atas
perjanjian dengan USA dalam penglibatan Jepang di pentas politik dan
militer internasional. Hasilnya, USA telah merestui keterlibatan militer
Jepang untuk lebih aktif berperan dalam mengisi kekosongan yang
ditinggalkan oleh Inggris.
Namun skenario yang diinginkan oleh USA adalah bahwa Jepang harus
memiliki aliansi yang kuat dengan Australia dan Indonesia. Latihan Cope
Taufan antara militer Malaysia dan Amerika, yang menghadirkan
pesawat-peasawat tempur TUDM dan Raptor dari Hawaii, sejatinya hanyalah
sebuah langkah introduksi bagi Indonesia. Mereka sedang melihat reaksi
Indonesia. Jika kita antusias, maka langkah eksekusinya adalah latihan
serupa dalam skala yang lebih besar, akan segera dilaksanakan di
Indonesia. Prestasi pilot tempur kita dalam Latma Pitch Black di
Australia, rupanya telah menawan hati para ahli perang mereka. Untuk
menguji kemampuan tempur pilotnya saat berhadapan dengan China apabila
konflik terbuka LCS meletus, maka pilot-pilot Indonesia dinilai lebih
bisa memberikan tantangan dan pelajaran.
Mau lihat Raptor di angkasa Indonesia? Mungkin ini hanya soal waktu.
Setelah Malaysia, USA telah menawarkan latihan bersama pada Indonesia
dan India. Kabarnya, jika mau, maka US siap untuk menangggung seluruh
biaya latihan di Indonesia. Hal ini tidak berlaku bagi Malaysia dan
India. Hehehe..! Salam hangat Bung..! (by: yayan@indocuisine / Kuala Lumpur, 19 June 2014).
No comments:
Post a Comment