Saturday, July 11, 2015

Mengakhiri Keterasingan

strange_angel__2_by_tooga-d4sqnv6
sumber: tumblr
Malam itu aku duduk sendiri di kursi kayu sebuah kafe dengan pikiran selengang kota tak berpenguni yang ditemani secangkir kopi yang sudah nihil setengah jam lalu. Di hadapanku ada sepasang kekasih yang saling bergelayut manja dan mengikat pandangan mata, kemudian si perempuan merajuk entah karena apa. Pemandangan yang picisan, menurutku.
Rasanya aku ingin meminta maaf kepada mereka karena kornea mataku usil menerjemahkan pemandangan lain. Tentang sebuah adegan di mana si pria sedang ditagih janji-janji manis yang diketahui gadisnya ingkar. Namun tak dapat kutampik bahwa aku ikutan iseng membayangkan diriku bersama seorang gadis yang entah sesiapa menggantikan kehadiran mereka di dimensi lain pada dunia ini.
Barangkali detik sedang memijit keningnya yang pusing dililit oleh arah jarum jam saat aku menulis ini, sebab kupikir semesta sedang tidak mempunyai skenario apa-apa untukku mengingat Tuhan juga pasti sibuk memilah mana lagi doa yang sudah saatnya dikabulkan.
Aku sedang merasakan kondisi di mana kosong yang begitu melompong. Semuanya terasa lebih sunyi dari dini hari. Tak kurasakan getar apa-apa di jantungku yang laksana jaring laba-laba. Ya, jantungku seperti laba-laba yang menanti mangsa terperangkap di jaringnya lalu menerkam tepat di permukaan hati agar ada sesuatu yang dapat kunikmati.
Dapat kupastikan kau tau sesuatu itu adalah rangkaian lima huruf yang kumaksudkan tanpa perlu kujejerkan menjadi satu kata jawaban. Jika kau masih belum tau juga, coba saja kau pejamkan mata dan buat pikiranmu menginterpretasikan momen ketika jantungmu berdebar kala menatap seseorang yang selalu berhasil membuat dadamu menghangat tiap kali jumpa.
Sebelumnya, tujuan aku menulis ini adalah untuk kali pertamanya aku merasa gelisah. Gelisah yang kurasakan ini seperti mengasingkanku pada diriku sendiri yang enggan jatuh pada seseorang. Membuatku tak ingat perihal indahnya usaha merangkai senyum. Menuntunku lupa bagaimana bekas hangat dari sebuah pelukan. Dan, menggiringku menjauhi angan perihal deru napas tak karuan saat rasa menyenangkan yang tak dapat dideskripsikan tercipta oleh pagutan sepasang bibir.
Kiranya tulisan ini adalah omong kosong, mungkin ini adalah keluhan sel-sel di dalam tubuhku yang merindukan sentuhan dopamin. Supaya jiwaku yang perlahan lapuk berjingkrak dalam letup kembang api kebahagiaan. Menafsirkan delusi menjadi nyata. Dan membayangkan panjangnya hening malam diisi dua mulut yang tertawa dan sepasang lengan yang saling merangkul, hingga pagi tiba menyapa dengan sopan lalu mengucap permisi untuk mempersilakan mentari menggantikan terang lampu.
Tak ayal kuakui, keterasingan ini membuat sepi yang bising karena anak-anak rindu di dadaku sedang berkelana mencari tujuan entah di mana. Hujan pun seolah tak bermakna, karena tidak ada kenang yang mengintruksikan memoriku mengingat sebuah nama. Semuanya menjadi hampa.
Entah sampai kapan keterasingan ini kurasa, andai kata akhirnya hari itu tiba, kala Tuhan memerintahkan semesta menyiasati pertemuan yang entah disengaja atau tidak –aku tidak peduli, aku tidak sabar menanti terkabulnya dua kemungkinan dari dadu yang kulempar pada perjudian doa dan pengharapan untuk mengakhiri keterasingan ini.
Jatuh cinta atau patah hati pada seseorang, atau keduanya.
Kuserahkan seluruhnya padaNYA.

No comments:

Post a Comment